ASAL MULA SUKU SERAWAI
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang
hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di
kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino,
Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup
tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk
mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang
Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Sedangkan Serawai Menurut Arsyid Mesatip ( Mantan Ketua BMA Bengkulu
Selatan ), suku serawai adalah masyarakat pemakai Bahasa yang hampir setiap
katanya menggunakan kata "Au".berdasarkan sumber dari buku yang
ditulis oleh Kiagus Husen dalam bukunya "Simbur Cahaya
Bangkahulu",tahun 1938. dalam buku tersebut mengatakan bahwa adat lembaga
serawai ini terpakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu
dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak
Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna
dan Luar Khalifah Manna.
Dalam buku Simbur Cahaya Bangkahulu juga
disebutkan oleh kepala-kepala marga dalam Onder afdeeling Manna pada tanggal 7
juli 1913 telah ditetapkan adat lembaga dalam Onder afdeeling Manna yang di sah
kan oleh Resident Bengkoelen dd.18 November 1911 No. 456 dan tanggal 12 Desember
1913 No. 577 yang meliputi 4 daerah ( 4 macam adat lembaga ) :
1. UU Adat Lembaga Pasar Manna :
DIpakai di pasar pino, pasar manna dan pasar padang guci.
2. UU Adat Lembaga Serawai :
Dipakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam :
Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
3. UU Adat Lembaga Pasemah Ulu Manna :
Dipakai di Marga Ulu Lurah Ulu, Ulu Lurah Ilir, Sumbai Besar Rabu Semat, Sumbai Besar Semat Puro.
4. UU Adat Lembaga Pasemah cara kedurang dan padang guci :
dipakai di marga tanjung buntar, Ulu LUrah Kedurang, semidang mulak kedurang, sumbai besar kedurang, sumbai besar padang guci, semidang mulak padang guci, luar khalifah padang guci dan anak kelampaian.
1. UU Adat Lembaga Pasar Manna :
DIpakai di pasar pino, pasar manna dan pasar padang guci.
2. UU Adat Lembaga Serawai :
Dipakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam :
Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
3. UU Adat Lembaga Pasemah Ulu Manna :
Dipakai di Marga Ulu Lurah Ulu, Ulu Lurah Ilir, Sumbai Besar Rabu Semat, Sumbai Besar Semat Puro.
4. UU Adat Lembaga Pasemah cara kedurang dan padang guci :
dipakai di marga tanjung buntar, Ulu LUrah Kedurang, semidang mulak kedurang, sumbai besar kedurang, sumbai besar padang guci, semidang mulak padang guci, luar khalifah padang guci dan anak kelampaian.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor
pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman
perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet.
Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija,
hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik
dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul
suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua.
Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya
unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang
bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang
Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas
kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun
sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat
membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari
leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul
Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting
Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu
melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah
untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah
Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari
langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula
yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara
Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri
yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang
memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut
kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang
terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang
dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada
hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri
Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang.
Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada
Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang
Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa
disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang
menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang
diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri
Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak
Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi
memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai
mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang
Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul.
Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi
nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar
Si Pahit Lidah.
Serunting
Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
•Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
•Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
•Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
•Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
•Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
•Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
•Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
•Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
•Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
•Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
•Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
•Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
•Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
•Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang
putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan
anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13
Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan
sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang
mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak
mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan antar sesama
suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang hidup di komunitas
suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai
asal kata Serawai, yaitu :
•Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang.
Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua
buah sungai yakni sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh bukit
Campang;
•Serawai
berasal dari kata Seran.
Kata Seran sendiri bermakna
celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang
karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar
di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
•Serawai
berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan.
Pendapat ini berdasarkan pada
cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang suami-istri.
Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu)
dan istrinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam
bahasa Rejang dialek Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua
suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh
orang Lebong dinamakan Selawai.
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu,
seperti halnya aksara Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf
Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan
bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu,
tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan
Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan
ini.
Berasan itu sendiri artinya adalah bermusyawarah. Rasan menurut jenjang
perkawinan senantiasa dipakai dua macam, yaitu :
1. Rasan
Semendau Nidau Belapik Emas
2. Rasan
Semendau BElapik Emas Semendau berasal dari kata samau endak au, artinya di
natara keduanya sama-sama mau serta mendapat persetujuan dari orang tua kedua
belah pihak.
Rasan Semendau Nidau Belapik Emas, maksudnya adalah si Bujang ikut pihak
Gadis. cara seperti ini disebut juga dengan Tambiak anak.
ada 3
macam rasan seperti ini :
a. Tambiak Naka Biasa (Terbanyak) dipakai bila dua sejoli telah di nikahkan. mereka berdualah yang menentukan tempat tingaalnya sesuai dengan keinginannya.
b. Tambiak Anak Nenantian, artinya walaupun sudah dinikahkan si bujang masih tetap mengikuti di pihak gadis selama yang dinantikan belum kawin (biasa terjadi kakak si perempuan itu belum kawin)
c. Tambiak Anak Lengit (Hilang), dimana si bujang itu selam-lamanya tetap tinggal di pihak istrinya dan dia tidak lagi mendapatkan hak warisan dari orang tuanya, karena sebelum dinikahkan si bujang tersebut sudah mendapatkan apa yang dikehendakinya yang hampir bersamaan dengan pembagian warisan.
a. Tambiak Naka Biasa (Terbanyak) dipakai bila dua sejoli telah di nikahkan. mereka berdualah yang menentukan tempat tingaalnya sesuai dengan keinginannya.
b. Tambiak Anak Nenantian, artinya walaupun sudah dinikahkan si bujang masih tetap mengikuti di pihak gadis selama yang dinantikan belum kawin (biasa terjadi kakak si perempuan itu belum kawin)
c. Tambiak Anak Lengit (Hilang), dimana si bujang itu selam-lamanya tetap tinggal di pihak istrinya dan dia tidak lagi mendapatkan hak warisan dari orang tuanya, karena sebelum dinikahkan si bujang tersebut sudah mendapatkan apa yang dikehendakinya yang hampir bersamaan dengan pembagian warisan.
sementara Rasan Semendau Belapik Emas, maksudnya adalah sah dirumah,
artinya si gadis mengikut pihak suami dengan mendapat alasan uang yang disebut
rial. Rasan seperti ini juga dapat dipakai dengan dua cara, yaitu :
a. Sah di Rumah ( si perempuan mengikut laki-laki) niasa.
b. Sah Lengit (Hilang), si perempuan tetap tinggal di
pihak laki-laki dan tidak pula akan mendapatkan warisan dari orang tuanya
karena barang-barang bawaannya sudah dianggap sebagai pembagian dari warisan.
kedua Rasan itu
dalam pelaksanaannya menggunakan 2 macam cara :
1. Rial Tetepiak (Terletak) Rasan Jadi, artinya setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, masing-masing orang tuanya memeriksa yang bersangkutan dan setelah mendapat kata sepakat langsung ditetapkan waktu pelaksanaan pernikahan.
2. Rasan Pepayunan (Memakai tenggang waktu), maksudnya, setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, kemudian setelah diperiksa oleh masing-masing orang tuanya mendapatkan ata sepakat bahwa si bujang dan si gadis harus bertunangan terlebih dahulu.
1. Rial Tetepiak (Terletak) Rasan Jadi, artinya setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, masing-masing orang tuanya memeriksa yang bersangkutan dan setelah mendapat kata sepakat langsung ditetapkan waktu pelaksanaan pernikahan.
2. Rasan Pepayunan (Memakai tenggang waktu), maksudnya, setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, kemudian setelah diperiksa oleh masing-masing orang tuanya mendapatkan ata sepakat bahwa si bujang dan si gadis harus bertunangan terlebih dahulu.
Pemakaian
Seni dendang / Bedindang,
Kesenian dendang ini dalam pemakaiannya ada 2 macam, yaitu :
Kesenian dendang ini dalam pemakaiannya ada 2 macam, yaitu :
1.
Bedendang nunggu buak masak.
Kegiatan dendang ini masih dimulai dari
dendang beledang juga yang berakhir sampai dendang rampai. tetapi tanda
berhentinya dilihat dari tarinya. dendang seperti ini, tarinya hanya sebatas
tari redok saja. sesudah makan juadah, habislah dendang ini.
2. Bedendang Mutus Tari.
kegiatan masih dimulai dari dendang beledang hingga dendang rampai.
sebagai bukti mutus tari, harus ditutup dengan tari rendai yang diawali tari
kain panjang, terus keredok, diselesaikan dengan tari orang empat (
mengempatkan). bila upacara tersebut sudah selesai, maka dibuktikanlah dengan
Jambar. orang dulu menyebut Jambar ini sebagai denda membuka tari kain panjang,
lalu kerendai, karena tari ini adalah tari besar.Sampai sekarang orang masih banyak sekali yang berdendang
mutus tari itu dengan kata berdendang dari awal sampai akhir. karena tiap
awalan pasti ada akhiran, jadi dendang ini sebaiknya disebut saja dengan
berdendang mutus tari yang dapat dibuktikan dengan menjambar.
Ketentuan
Jambar Jambar yang dibuat dan menjadi kewajiban itu ada 3 macam.
1. jambar nasi kunyit sebanyak tiga buah sebagai denda atas pemakaian tari kain panjang dan tari rendai tadi
2. jambar nasi lemak, jambar ini tidak ditentukan berapa banyaknya, hanya mengikuti kemampua orang yang mengangkat pekerjaan bimbang itu sendiri.
3. jambar denda kepada orang yang melakukan kesalahan di dalam arena itu, yaitu harus nasi kunyit yang dibuat oleh sepokok rumah yang banyaknya sesuai dengan jumlah orang yang berbuat kesalahan.
1. jambar nasi kunyit sebanyak tiga buah sebagai denda atas pemakaian tari kain panjang dan tari rendai tadi
2. jambar nasi lemak, jambar ini tidak ditentukan berapa banyaknya, hanya mengikuti kemampua orang yang mengangkat pekerjaan bimbang itu sendiri.
3. jambar denda kepada orang yang melakukan kesalahan di dalam arena itu, yaitu harus nasi kunyit yang dibuat oleh sepokok rumah yang banyaknya sesuai dengan jumlah orang yang berbuat kesalahan.
Orang yang
berhak Menerima Jambar Wajib : yang berhak menerima jambar wajib, yaitu berupa
nasi kunyit yang berjumlah 3 buah itu ialah :
1. 1 untuk yang bernama Gerak Alam
2. 1 untuk yang bernama Menggetar Alam
3. 1 untuk yang bernama Melinggang Alam
1. 1 untuk yang bernama Gerak Alam
2. 1 untuk yang bernama Menggetar Alam
3. 1 untuk yang bernama Melinggang Alam
ketiga
orang ini disebut Rajau Tigau Silau, karena orang inilah yang memegangkan
tari-tari di denda itu.
terimau kasiah sanak infoau.....
ReplyDeleteNumpang bebagi, sanak....
ReplyDeleteNumpang bebagi, sanak....
ReplyDeleteokey cuyyy
ReplyDeleteNumpang Berbagai kawan
ReplyDeleteNumpang Berbagai kawan
ReplyDeleteaku cuman numpang kruan b
ReplyDelete